Sampai meeting point terminal Kampung Rambutan, jarum jam menunjukkan
pukul 19: 45. Rencana berangkat naik bis beserta rombongan menuju Cipanas jam 21: 00. Sudah ada beberapa teman yang sudah datang disana
dengan mengenakan kaos seragam. Oh iya.. Saya sempatkan makan soto ayam
dulu di warung tempat meeting point ketika menunggu teman lain yang
belum datang. Yang saya ingat ini adalah perjalanan malam. Pastinya
hembusan angin akan kencang di bis nanti. Mesti teman teman yang lain
tidak ikut makan yang penting saya makan. Tidak sendirian juga sih, di
temani beberapa orang. Bagaimanapun stamina terjaga aman sejak dini,
kalo belum apa apa sudah tersipu mual masuk angin berarti menurunkan
semangat saya dalam perjalanan menuju pendakian. Yang lebih penting
lagi, apa kata dunia kalo ternyata memang masuk angin kemudian muntah
muntah saat berangkat. Hal itu pasti menurunkan kadar kegantengan saya
juga. Maklum, saya harus memperhatikan itu lantaran ada temen temen
wanita yang saya belum kenal dan ikut dalam rombongan.
Setelah ngobrol kesana kemari dengan beberapa teman akhirnya kami naik bis menuju cipanas. Anda bisa membayangkan betapa gaduh rombongan kami selama perjalanan. Padahal sudah ngantuk banget. Efek full bowl soto ayam tadi di tambah sempet salah naik bis gegara calo terminal. Berangkatpun diundur karena harus ganti bis. Oke! Its not a big deal.. Kadar kegembiraan hati kami masih lebih besar dari kekecewaan kami terhadap calo terminal..
Setelah gaduh sembari foto foto dalam bis dan saya menahan ngantuk akhirnya sampai di Cipanas. Suasana dingin udara pegunungan sudah mulai terasa. Ini sudah lewat tengah malam. Semua anggota rombongan sudah mengenakan jaket menepis dingin angin malam yang menyelinap di rongga ronga jaket yang kemudian menusuk tulang lewat pori pori. Disana sudah menunggu beberapa angkot siap carter untuk mengantarkan kami ke pos pertama pendakian lewat jalur cipanas gunung putri. Setelah membeli persiapan makanan dan terutama rokok di indomaret terdekat akhirnya rombongan dengan 3 mobil angkot berangkat ke pos pertama. Untung saja angkot yang saya tumpangi mirip diskotek berjalan, cedag cedug cedag cedug suara softwofer dengan musik remix yang sangat keras. Kalau tidak ada suara itu, hampir mirip kami tenggelam dalam kesunyian seperti pembuangan tawanan perang jaman pki. Tengah malam dini hari menuju desa entah berantah yang jalanannya naik curam dengan bebatuan cadas seperti medan offroad internasional kelas angkot desa.
Saya tidak tau, apakah angkot disini sengaja dirancang sedemikian rupa
untuk melewati jalan buruk ini. Anehnya sang supir ngangguk ngangguk
saja mengikuti irama musik bass remix itu. Sementara hati saya hampir
runtuh mengikuti irama ban mobil angkot yang menapaki jalan bebatuan
penuh kubangan dan terjal serta menanjak..
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar