Page

Senin, 10 Juni 2013

Kyai Sholeh..





Kyai Sholeh tergolong Kyai yang biasa biasa saja. Penampilannya sangat sederhana. Tidak satupun aksesoris yang ia kenakan di kehidupannya sehari hari yang menunjukkan bahwa ia adalah seorang Kyai.  Jangankan disebut Kyai, dipanggil sebagai Ustad saja tidak.
Masyarakat sekitar hanya mengenal Kyai Sholeh sebagai seorang yang baik. Tidak punya pekerjaan tetap. Terkadang menjadi kuli bangunan. terkadang menjadi buruh tani,. Terkadang berdagang beras saat panen tiba. Itupun diajak orang lain atau karena dipinjamkan modal untuk berdagang dalam jangka waktu pendek atau musiman. 
Yang menganggap ia seorang Kyai hanya beberapa orang saja. Itupun tidak semuanya dari mereka berasal dari desa tempat ia tinggal. Kedatangan para 'santri' Kyai Sholeh awalnya membuat warga saling bertanya. Kok Pak Sholeh yang dikenal orang biasa itu hampir tiap minggu kedatangan tamu? Oh mungkin itu kenalan Pak Sholeh ketika ia berdagang. Mungkin mau kerjasama atau menitipkan modal untuk usaha. Kata Mas Yono tetangganya. 

Tetapi tidak bagi Sirun. Seorang pegawai swasta yang sudah lama mengenal Kyai Sholeh. Ia termasuk orang yang menganggap Pak Sholeh adalah seorang Kyai. Bahkan Sirun sudah menganggap Kyai Sholeh sebagai orang tuanya sendiri. Ia menyatakan diri sebagai santri Kyai Sholeh sejak pertama kali diperkenalkan oleh teman kuliahnya dulu yang bernama Agam.

Sirun yang sudah lama kenal dan hampir hafal kehidupan Kyai Sholeh itu juga sudah hafal betul siapa yang menemui Kyai Sholeh dan orang yang akan menemui Kyai Sholeh. Bukan hafal persis orangnya, tapi hafal  dengan jawaban orang itu ketika Kyai Sholeh bertanya saat pertemuan pertama dengan mereka yang datang.
 

" Bapak mau bertanya, sebelum kesini dan bertemu dengan saya, kira kira kamu mimpi apa yang kamu ingat betul sampai sekarang? Jangan malu untuk menjawabnya ya nak.. "

Pertanyaan itulah yang sering ditanyakan Kyai Sholeh kepada siapa yang datang ke rumahnya. Sirun awalnya bertanya dalam hati, kenapa setiap orang yang datang ke Kyai selalu ditanyai dengan pertanyaan itu? Dan anehnya, jawaban semua orang yang datang dengan keperluan yang beragam itu akan bercerita dengan jawaban yang sama. Bagaimana caranya Kyai Sholeh dapat mengumpulkan mereka yang datang bukan hanya dari desa sini bahkan yang sebelumnya tidak mengenal Kyai Sholeh dapat pertanyaan dan akan dijawab dengan jawaban yang sama.   

Tiba tiba ketika Sirun asik berbincang bincang dengan Kyai Sholeh, muncul seorang pemuda yang sepertinya datang dari jauh kemudian memberi salam.
Selesai dipersilahkan masuk dan bergabung dalam perbincangan dan sedikit basa basi ia perkenalkan dirinya bernama Shodiq. Katanya ia dapat rekomendasi dari temannya untuk menemui kyai sholeh. 

Shodiq yang disarankan temannya itu meminta nasehat kepada Kyai Sholeh seputar kehidupannya sehari hari. Katanya ia diberi rejeki yang cukup, tapi ia kurang dapat menikmatinya lantaran terlalu padat skejul bisnisnya. Selalu saja datang hal yang tidak diinginkan yang kemudian berakhir pada kekecewaan.
 
"Mungkin karena kamu banyak berharap.. " kata Kyai

" Betul. Memang itu yang sengaja kami buat sebagai target pencapaian bisnis Kyai.. Siang malam saya hanya memikirkan meeting besok dan segala macam rencana.."

"Mungkin karena berharap yang semuanya berasal dari otak fikiran kamu sehingga kamu kosong dan tidak dapat menikmati itu semua.."

" Maksudnya kyai? "

" Kamu tau angka 9 ? " Kyai malah balik bertanya.

" Tau kyai.. Kami memang berkutat seputar angka angka diatas kertas.."

" Coba kamu perhatikan angka itu? "

" Iya Kyai.. Angka sembilan."

" Angka 9 adalah dirimu, angka 9 adalah manusia, manusia yang sempurna. Angka itu di bagian garis atasnya ada bulatan seperti angka nol. Dibawahnya ada garis berupa angka 1 . Apalagi bila tertulis angka arab." 

" Maksudnya kyai? "

" Angka nol yang ada di bagian atas itu adalah kepalamu yang bulat itu. Apa yang keluar dari kepalamu sejatinya adalah kekosongan saja bila tanpa disertakan angka yang hidup. Angka 1 yang dibagian bawah. Itu angkat tauhid. Ahad. Angka 1 yang bengkok pada angka 9 itu merupakan bentuk yuwahid. Ia yang Ahad berdiri sendiri kemudian yuwahid itu menyatu dalam dirimu. Bentuk Yuwahid itu seperti Dia meraih hatimu dan menyertakan kamu dalam ke Esaan nya. "

" Tapi kan bentuk manusia ada tangan dan kaki kyai? Tidak mirip dengan bentuk angka 9 yang Kyai gambarkan? "

" Betul.. Tetapi kamu masih bisa hidup tanpa tanganmu, tanpa kakimu. Kan kamu pernah melihat ada orang yang tanpa tangan dan kaki seperti itu. Tapi tidak akan hidup jika manusia dipenggal kepalanya. Atau kepala saja tanpa badannya.. "  

" Jadi saya harus menyertakan hati saya kapanpun Kyai? "

" Betul.. Sebagai bentuk manunggalingnya manusia. Manunggal bahwa ia selalu menyertakan Allah dalam setiap niat dan perbuatannya. Kemudian naik dalam rasionalitas segala tindakanmu dalam kehidupan sehari hari. Jadilah Allah sebagai dasar niatan kerja apapun..!! " 

" Saya mengerti kyai.. Selama ini hanya mengenal angka dalam bentuk untung dan rugi.." 

" Belum lagi ketika kamu menunaikan shalat. Disitu manusia bertasbih ketika rukuk 3 kali. Bertasbih ketika sujud pertama 3 kali . Bertasbih pada sujud kedua juga 3 kali. Maka total mensucikan Allah dalam satu rakaat adalah 9 kali bila dijumlah semuanya.

" Belum lagi bilangan rakaat yang ditetapkan itu 2 rakaat pada subuh, 3 rakaat pada maghrib dan 4 rakaat pada dzuhur , ashar dan isya. Bila dijumlah semuanya menjadi 9 angkanya. "

" Belum lagi pada syahadat yang dijumlahkan seluruhnya jika lengkap menunaikan shalat 5 maktu maka seluruhnya 9 kali syahadat.
Silahkan kamu hitung sendiri.."  

" Bahwa shalat itu harus ditunaikan kepada Allah, ingat! Secara tunai bukan ditunda tunda agar semuanya tidak mengurangi kesempurnaan.." 

Sementara Kyai Shaleh masih terus berbicara tentang makna shalat yang kemudian dilanjutkan ke makna hidup sehari hari, Sirun masih duduk menyimak dengan khusuk.. Hingga pada akhirnya Kyai Sholeh bertanya kepada Shadiq..

" Bapak sebenarnya dari tadi mau bertanya, sebelum kesini dan bertemu dengan saya, Kira kira kamu mimpi apa yang kamu ingat betul sampai sekarang? Jangan malu untuk menjawabnya nak? "

Shadiq sedikit gugup kemudian menjawab.. Dulu saya pernah bermimpi ketemu dengan Nabi Muhammad Rasulullah Kyai.. 

Minggu, 09 Juni 2013

Pendakian Gunung Gede 6





Matahari mulai membakar. Langit sangat cerah. Hamparan pekebunan warga yang luas bagai permadani lecek. Karena memang permukaan tanah yang tak teratur. Saya tidak tau, ini pada ketinggian berapa. Perjalanan di lanjutkan. Didepan mata sudah terlihat areal hutan lebat dan  kita akan memasuki hutan sebentar lagi. 

Setelah menyebrangi sungai terakhir menuju puncak dan sebelum memasuki hutan beberapa teman mengambil air untuk persediaan.
Ritme kaki menapaki jalur track pendakian agak sedikit teratur. perlahan saya menemui pola berjalan mendaki yang lumayan lebih baik. Jantung yang berdebar berdetak kencang hanya bisa berkompromi dengan berhenti sejenak kemudian jalan lagi. 

Awal memasuki hutan ternyata jalur pendakian bertambah curam. Dengan akar pohon yang menjadi pijakan dengan membentuk anak tangga. Panas matahari tidak terasa karena terhalang daun pohon yang rindang. Saya berjalan di kelompok terdepan dari rombongan. Awalnya memang kami jalan berderet rapat. Namun kemudian tiba tiba jadi berkelompok karena setiap orang punya kekuatan yang berbeda untuk menanjak. 

Hingga pada akhirnya lambat laun terpisah dari rombongan dibelakang. Namun tidak dapat mengejar kelompok terdepan. Baru sadar, ternyata saya berjalan sendirian. Sendirian dihutan yang sebelumnya saya tidak kenal sama sekali. Bagaimana kalau nyasar? Jika ada binatang buas yang tiba tiba menerkam dari belakang? Atau sergapan monyet dari balik pohon dan mengambil apa saja yang saya bawa? celingukan penuh waspada. Samping kanan kiri semak belukar. Jauh pandangan mata kedepan adalah track menanjak yang sudah tidak terlihat lagi teman teman saya. Dibelakangpun demikian. Hanya sesekali teman teriak dari bawah sana sebagai tanda kalau jarak kita tidak begitu jauh. Kadang saya juga berteriak untuk kasih pertanda.  

Sampai pada suatu saat saya menghentikan langkah. Dan memang selalu begitu setiap nafas dan detak jantung bergerak cepat. Berhenti dengan kedua kaki tetap berdiri sejajar. Memejamkan mata merasakan udara dengan tenang. Mendengar daun dan ranting yang tertiup angin. Bergumam beberapa kalimat doa yang tidak saya ceritakan disini. Saya tidak lagi mendengarkan kenalpot kendaraan yang berdesing memenuhi pendengaran seperti saat di kota sana. Disini begitu hening. begitu mengandalkan "rasa" . Hidup adalah pendakian. Hidup adalah menyicil lunas penderitaan. Hidup adalah meniti jalan, menapaki bumi dan menggapai angkasa.. gumam saya.

Kali ini suasana hati lebih tenang. Langit sangat teduh. Meski jalur pendakian mulai menyempit dengan anak tangga akar pohon yang besar. Kadang kabut turun menyapa dengan dinginnya. Seperti taburan cahaya dari cakrawala sana datang perlahan bergerak melintasi ruang disela sela pepohonan. Satu dua pendaki yang bukan dari rombongan kami menyusul. Tegur sapa sekedar basa basi sudah biasa. Paling saya bertanya apakah teman saya dibawah sana dengan seragam yang sama masih jauh? Mereka menjawab iya. Kemudian mereka berlalu. 

Sepanjang jalan saya berdoa. Untuk keselamatan diri saya. Untuk siapa yang menapaki jalan ini ratusan tahun lalu dengan niatan yang bersih. Karena saya yakin bahwa di setiap gunung pasti ada manusia suci yang pernah mengarungi sampai kepuncak untuk serius bermunajat kepada Tuhan. Saya melihat sosok bayang banyang mereka menapaki jalan. Kemudian menghilang sekedipan mata melesat berupa cahaya.. 



Bersambung..

Pendakian Gunung Gede 5

 
 
 
Langit yang cerah dan sedikit berawan, sisa mega fajar yang indah disebelah timur serta pemandangan kota dan desa nun jauh dibawah sana mulai tampak yang  sejak semalam diselimuti gelap malam. Aku membuka daypack mengambil kaos seragam dan memakainya untuk lapisan ke dua kaos yang saya kenakan.

Bu kusdi dan anaknya Raihan sudah bersiap siap untuk pendakian. Juga teman teman saya yang lain : Ahmad, Bule, Taufiktoink, Ika, Arifin, Pak Harto, Edoy, Azis dan semua yang berjumlah 29 orang itu sudah berkemas, membongkar dan menata ulang carrier mereka. Sebagian lain ada yang mandi  dan sarapan pagi. Sementara saya tidak melaksanakan ritual pagi hari yaitu mandi,  karena air yang dinginnya mirip air freezer membuat sendi sendi hampir beku. saya  hanya cuci muka saja asal kelihatan ganteng sudah cukup.

Oke!!  semuanya berkumpul briefing dan berdoa.. Ujar @Taufiktoink selaku ketua acara.  Beberapa teman panitia yang lain juga ikut berpesan dan mengingatkan dalam briefing keberangkatan, bahwa perjalanan pendakian kita dilakukan dengan santai dan supaya menikmati perjalanan ini, tidak ada satupun yang membuang sampah sembarangan dan mengotori semua wilayah gunung gede. Semua anggota diharapkan pengertian untuk anggota lain jika ada yang merasa lelah maka jangan malu untuk berhenti istirahat sejenak.

Suasana briefing membuat kita semua bersemangat. Terutama saya yang penasaran dari tadi memandangi sisi gunung yang terlihat jelas. Sementara para pendaki lain terlihat mulai berdatangan dan langsung menuju jalur pendakian. Kami saling sapa ketika berpapasan. Entah mereka datang dari mana asalnya.
Saya memilih ditengah barisan rombongan yang mulai bergerak ke pos pendaftaran yang lokasinya tidak begitu jauh dari tempat kami istirahat tadi. Hati saya tidak berhenti mengucapkan doa dan harapan kelancaran pendakian. Karena saya tidak ingin terlarut larut dalam kegembiraan yang sangat. Sementara teman kami Mange dan 2 teman lain menunggu di pos pendaftaran. sepertinya Mange dapat kabar bahwa satu orang lagi menyusul dari Jakarta dan sedang dalam perjalanan. Jika ia datang bergabung maka genaplah jumlah kami menjadi 30 orang anggota. Teman teman yang menunggu di pos pendaftaran adalah mereka yang sudah berpengalaman mendaki sehingga mereka menjamin dapat menyusul rombongan kami yang berangkat duluan didepan.

Belum lama berjalan mendaki, saya sudah mencopot topi yang saya pakai karena keringat yang mulai menderas mengucur.  Jantung saya sudah memperlihatkan tanda tanda detak yang mulai bergerak cepat. Irama nafas juga keluar masuk dengan ritme bit yang lebih tinggi. Saya berusaha tenang menapaki jalur pendakian yang terus menanjak. Sementara pemandangan hamparan kebun milik warga yang sangat luas itu begitu menggoda kamera ponsel saya. Ini belum satu jam kita berjalan mendaki. Saya berharap ada yang berteriak berhenti minta istirahat sekedar mengambil nafas supaya teratur. Tapi belum juga yang berteriak minta itu.

Kalau yang berteriak minta istirahat itu saya,  pasti teman teman akan meledek saya. Saya diam saja, cukup berbisik berdoa dalam hati kepada Tuhan supaya ada yang minta berhenti sejenak agar saya dapat ikutan istirahat juga.. Walhasil doa saya terkabul, teman salah satu wanita dari kami merasa harus membenarkan posisi carrier yang ia bawa sehingga terpaksa kami berhenti sejenak untuk menunggu sambil istirahat. Kesempatan itu saya langsung gunakan untuk duduk di rerumputan padahal sebenarnya ingin rebahan karena jantung terasa hampir copot. Ini belum satu jam berjalan, saya belum betul betul bisa beradaptasi, mungkin hanya kaget.. Ujar saya dalam hati sambil elus elus dada..
bersambung…

Pendakian Gunung Gede 4

 
 
 
Purnama, ketika bebatuan terjal berhasil mengusir rasa kantuk saya di sepanjang jalur maut itu akhirnya terang bulan purnama menyambut kami rombongan di pos pertama. Disini masih padat penduduk dengan suasana satu dua warung masih terbuka menjual makanan yang sengaja di persiapkan untuk para pendaki. Bahkan ada seorang pedagang kaki lima menggelar lapak menjual sarung tangan dan beberapa aneka topi kupluk. 

Pos pertama masih berjarak 300 meteran terletak diatas agak menanjak curam dari tempat kami turun dari angkot. Disana tersedia beberapa tempat istirahat cukup luas untuk rombongan kami yang berjumlah 29 orang.
Sebetulnya tempat ini adalah warung warga setempat yang kebetulan tutup karena memang sudah lewat larut malam alias dini hari.  Fasilitas toilet dan kamar mandi juga lengkap. Saya tidak membuang kesempatan untuk memanfaatkan toilet yang berjajar itu. Ini pasti toilet terakhir. Kata teman saya. Setelah dari sini sampai ke puncak gunung hanya akan ada semak belukar dan alang alang untuk  dijadikan wc umum. Tinggal memilih tempat yang pas dan nyaman untuk sebuah hajatan besar. Mungkin semakin jauh memilih tempat dari track pendaki semakin nyaman karena semakin tidak kedengaran orang saat "ngeprint" dan sedikit kentut. Tapi resiko hilang di hutan setelah itu juga besar. Sementara saya memilih disini saja, di pos pertama.  

peserta rombongan memilih tempatnya masing masing untuk istirahat. Karena memang rencananya kami berangkat dari pos ini pagi hari nanti sekitar jam 7.00 tepat.  Masih ada beberapa jam untuk merebahkan badan untuk tidur sejenak. Saya istirahat ditempat yang paling pojok dari sisi sisi warung itu. Suasananya agak gelap dan lembab karena embun pagi yang dingin. Tidak lama kemudian suara adzan subuh terdengar jelas dari pengeras suara masjid yang tidak jauh dari tempat kami istirahat. Sebetulnya saya tidak benar benar tidur disitu. Tempat yang saya kira nyaman ternyata nyaman juga untuk para nyamuk. Suara dan gigitan para nyamuk lumayan sangat mengganggu istirahat saya. Yang terlebih mengganggu lagi adalah suara teman teman yang saya dengar bahwa di warung tidak jauh dari situ sudah dibuka untuk sarapan pagi dan minuman hangat. Kalau yang ini saya pasti terbangun beranjak untuk sarapan. 

Setelah usai sarapan dan segelas teh hangat saya menuju masjid untuk shalat subuh.  Ada kecelakaan kecil ketika menuju masjid. Sepatu saya tergelincir karena jalan licin dan tidak datar menyebabkan jatuhlah tubuh saya ditempat itu. Untungnya saya pakai sarung tangan tebal sehingga tidak ada yang luka. Lebih untung lagi tidak ada yang melihat saya jatuh waktu itu. Tentu memalukan bila terjadi di hadapan orang banyak. Namun, saya dapat pelajaran berharga dari kejadian itu. Bahwa sepatu gunung yang saya kenakan tidak cocok untuk jalan berbatu lebar karena di bagian bawah sepatu mirip dengan sepatu bola yang banyak pool hanya cocok di medan bertanah. Sungguh Tuhan mengajari saya jatuh dulu untuk tidak jatuh kembali kemudian hari. Ini kata hati saya, lumayan untuk sekedar menggembirakan..  

bersambung..

Pendakian Gunung Gede 3




Sampai meeting point terminal Kampung Rambutan, jarum jam menunjukkan pukul 19: 45. Rencana berangkat naik bis beserta rombongan menuju Cipanas jam 21: 00. Sudah ada beberapa teman yang sudah datang disana dengan mengenakan kaos seragam. Oh iya.. Saya sempatkan makan soto ayam dulu di warung tempat meeting point ketika menunggu teman lain yang belum datang. Yang saya ingat ini adalah perjalanan malam. Pastinya hembusan angin akan kencang di bis nanti. Mesti teman teman yang lain tidak ikut makan yang penting saya makan. Tidak sendirian juga sih, di temani beberapa orang.  Bagaimanapun stamina terjaga aman sejak dini, kalo belum apa apa sudah tersipu mual masuk angin berarti menurunkan semangat saya dalam perjalanan menuju pendakian. Yang lebih penting lagi, apa kata dunia kalo ternyata memang masuk angin kemudian muntah muntah saat berangkat. Hal itu pasti menurunkan kadar kegantengan saya juga. Maklum, saya harus memperhatikan itu lantaran ada temen temen wanita yang saya belum kenal dan ikut dalam rombongan. 

Setelah ngobrol kesana kemari dengan beberapa teman akhirnya kami naik bis menuju cipanas. Anda bisa membayangkan betapa gaduh rombongan kami selama perjalanan. Padahal sudah ngantuk banget. Efek full bowl soto ayam tadi di tambah sempet salah naik bis gegara calo terminal. Berangkatpun diundur karena harus ganti bis. Oke! Its not a big deal.. Kadar kegembiraan hati kami masih lebih besar dari kekecewaan kami terhadap calo terminal.. 

Setelah gaduh sembari foto foto dalam bis dan saya menahan ngantuk akhirnya sampai di Cipanas. Suasana dingin udara pegunungan sudah mulai terasa. Ini sudah lewat tengah malam. Semua anggota rombongan sudah mengenakan jaket menepis  dingin angin malam yang menyelinap di rongga ronga jaket yang kemudian menusuk tulang lewat pori pori. Disana sudah menunggu beberapa angkot siap carter untuk mengantarkan kami ke pos pertama pendakian lewat jalur cipanas gunung putri. Setelah membeli persiapan makanan dan terutama rokok di indomaret terdekat akhirnya rombongan dengan 3 mobil angkot berangkat ke pos pertama. Untung saja angkot yang saya tumpangi mirip diskotek berjalan, cedag cedug cedag cedug suara softwofer dengan musik remix yang sangat keras. Kalau tidak ada suara itu, hampir mirip kami tenggelam dalam kesunyian seperti pembuangan tawanan perang jaman pki. Tengah malam dini hari menuju desa entah berantah yang jalanannya naik curam dengan bebatuan cadas seperti medan offroad internasional kelas angkot desa. 

Saya tidak tau, apakah angkot disini sengaja dirancang sedemikian rupa untuk melewati jalan buruk ini. Anehnya sang supir ngangguk ngangguk saja mengikuti irama musik bass remix itu. Sementara hati saya hampir runtuh mengikuti irama ban mobil angkot yang menapaki jalan bebatuan penuh kubangan dan terjal serta menanjak.. 

Bersambung..

Rabu, 05 Juni 2013

Pendakian Gunung Gede 2





Kaki masih bengkak setelah nunggu 2 hari, sementara jadwal warming up sesi 2 dengan skejul jalan dan lari keliling lapangan stadion batal dilaksanakan, walhasil saya hanya dapat sepuluh putaran lapangan catur saja dirumah, tepatnya merenggangkan otot otot yang mulai kaku dan sedikit nyeri di telapak kaki kanan  sementara besok sudah harus berangkat. Saya olesi obat apa saja demi kesembuhan kaki. 


Sempet ngabari @taufiktoink selaku ketua acara pendakian kalau kaki saya bengkak. Siapa tau disiapkan tandu khusus buat saya disana. Laksana raja yang di tandu menuju medan perang. Dan semua yang gotong dan yang ikut adalah prajurit pengikut setia saya. Mereka sangat hormat kepada saya. Hayyaah! Tapi mention saya di twiter malah dia katakan : entar juga kalo udah di gunung sembuh sendiri bangg.. Sementara saya hanya nyengir saja kalo gitu. Saya kirim sms ke teman teman dekat untuk di doakan supaya selamat dalam perjalan pergi dan kembali ke rumah. Karena saya pikir konyol juga kalo sampe cedera kaki saat mendaki kemudian ditinggal teman teman, menginap di hutan sendirian dan sedikit demi sedikit habis perbekalan makanan saya.
Kemudian makan daun dan minum air hujan yang pada akhirnya mati juga . Sungguh teramat mengerikan mati dengan keadaan seperti itu.


Tepat sore hari menjelang malam semua persediaan sudah siap dibawa. Sebelum keluar rumah tidak lupa foto foto dulu dengan lengkap tas yang sudah terpasang dipunggung saya. Piknik ke gunung segera di laksanakan! Bengkak telapak kaki saya sudah mengecil mungkin lantaran kalah besar dengan semangat saya. Semangat petualang newbie of the year.. Sepatu baru, celana baru, kaos juga baru dengan tas yang keren walau boleh minjam. Sayangnya gak ada satupun wanita cantik yang tanya, mau kemana mas? Andai ditanya begitu saya sudah pasti menjawab dengan semangat naik gunung mbak.. Biasa nih pencinta alam..  Ngok! Dalam hati saya. Tapi jangan jangan dalam hati wanita wanita cantik  dalam bis transjakarta itu hanya komentar, ribet  bener ni masnya, banyak barang begitu, mungkin abis dagang atau pulang kampung ke desanya sana.. Ah saya senyum senyum saja. Sambil membayangkan bahwa saya sudah diatas gunung gede - pangrango dengan gagahnya, memandang lautan hamparan dataran kota sukabumi, bogor dan cianjur. Tentunya awan yang bertebaran mengelilingi punak dimana saya berdiri menantang langit.



Bersambung..

Pendakian Gunung Gede I







Alkisah pada suatu hari seorang yang jarang jalan kaki karena kemana mana pakai sepeda motor karena saking keenakan dimanjakan kendaraan ia berpetualang ke puncak gunung. Sebenarnya tidak begitu tepat juga disebut berpetualang. Karena memang selain bukan sendirian alias rombongan juga banyak perbekalan makanan yang lebih dari cukup. Lebih tepatnya piknik bersama rombongan teman teman dari  tempat ia bekerja. Memang sih pikniknya harus punya kesiapan mental. Terlebih lagi mental melihat ransel permanen dibagian depan tubuh alias perut gendut yang menggelambir belasan kilo lemak. Iya, orang yang saya maksud adalah diri saya sendiri.   


Oleh karena kurang jalan kaki akibat manja dengan kendaraan tadi, akhirnya tepat tiga hari sebelum pendakian  saya berpikir mesti warming up. Melakukan pemanasan sebelum pergi. Sekalian beli celana gunung, sepatu, sarung tangan, kaos kaki, kupluk dan beberapa keperluan lain akhirnya saya memutuskan beli itu semua sambil warming up ke pasar senen dengan berjalan kaki.


Sambil menyusuri gang gang dan jalan raya serta terik matahari yang sangat menyengat itu akhirnya sukses mampir di tukang es kelapa muda di pasar senen. Kaki mulai terasa pegel pegel, apalagi tulang selangkangan saya yang lumayan terasa nyeri. Kalau tidak ingat bahwa perjalanan besok lusa memakan waktu 8 jam lebih dan mendaki pula mungkin sudah saya putuskan pulang dan naik taksi saja. Perjalanan warming up harus segera dilanjutkan! Ini baru 2 jam berjalan yang mendatar dengan banyak pilihan warung dan tukang es, sementara digunung besok lusa menyusuri hutan belantara tanpa saya temui indomaret, alfamart apalagi sevel dengan gelas besar es juicenya.  Okey! Saya yakinkan pikiran saya bahwa semua warung dan tukang es yang saya lihat adalah jajaran pohon dihutan gunung.
Di daerah pasar senen sengaja saya ulur ulur waktu supaya agak lebih lama berjalan kaki. Kalau perlu jangan sampai berhenti duduk, kecuali saya memang mendapati toko yang menjual apa yang saya butuhkan. Itupun saya anggap pos pemberhentian pendaki atau shelter. Jadi warming up ini saya berhenti di shelter pasar poncol, shelter stasiun senen, shelter pasar senen lama, shelter mall atrium senen. Mungkin saya benar benar tawaf di kecamatan senen karena memang sengaja saya kelilingi semua pelosoknya.


Setelah semua barang saya dapatkan dan jarum jam menunjukkan pukul 14.00 yang artinya saya sudah berjalan kaki lebih dari 3 jam. Akhirnya saya memutuskan pulang dengan berjalan kaki juga. Hampir saja, lambaian tangan tukang ojek yang memanggil menawarkan jasa tumpangan ke rumah membuat saya tergiur. Tetapi tidak! Itu adalah lambaian dahan pohon hutan yang ditiup angin. Saya sedang menuju shelter berikutnya. Shelter terakhir yaitu rumah yang tersedia air gunung yang dingin berasal dari kulkas..


Dalam perjalanan ke rumah, selangkangan saya tambah nyeri dan agak kaku di gerakkan. Dan astagaa!! Telapak kaki kanan saya mulai membesar dan panas. Ini pasti bengkak lantaran cara memakai sandal yang tidak benar. Tali sandal yang harusnya saya kaitkan justru saya injak selama perjalanan warming up. Perjalanan ke shelter terakhir masih jauh. Dan ini belum benar benar mendaki gunung. Tapi apa jadinya kalau terus membengkak sementara persiapan keperluan sudah dibeli semua kecuali perbekalan makanan..  Akhirnya saya ciptakan sendiri pos bayangan diwarung penjual es jeruk. Sebentar istirahat disitu kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah dengan selamat.. Aaaakk!! Nyampe rumah juga!



Bersambung.. 

Senin, 03 Juni 2013

Taqarrub..






Istilah taqarrub sebenarnya seakar dengan kata karib. Kawan karib. Kawan yang dekat dengan diri kita. Kata teman saya, Dia punya banyak teman dan kenalan. Tapi yang terhitung sahabat karib hanya beberapa orang. Kawan karib biasanya sangat mengerti kita dan begitu juga sebaliknya.
Kata orang bijak, jika anda ingin mengenal seseorang, maka lihatlah sahabatnya. Soal pertemanan itu konon hasil dari pancaran diri manusia. Jika dia baik maka dia akan bertemu dengan lingkaran lingkaran pertemuan yang baik pula.
Seorang teman bertanya, bagaimana dirinya agar dapat jodoh teman hidup yang baik, jika ada, dimana dan siapa dia? Menurut saya, teman baik ataupun jodoh yang baik tidak dapat dicari diluar diri dengan mencarinya diluar sana, tetapi persiapkan diri melakukan hal hal kebaikan tanpa ada niatan apapun kecuali kebaikan itu sendiri. Dengan begitu kita akan menjumpai orang orang yang sama yang melakukan kebaikan. Bukan kah kita mengenal lingkaran lingkaran itu dalam setiap perjumpaan?


Kalau disana ada lingkaran setan, kan mestinya ada juga lingkaran lingkaran malaikat.
Setiap kata ada persamaan dengan kata lain. Begitu juga nilai dan makna.
Silahkan ketik satu kata saja di google search maka anda akan disodorkan ribuan kata yang anda maksud. Ketika kita klik satu link,  maka di website tersebut biasanya akan menawarkan link lain yang berhubungan dengan website yang kita buka itu. Mungkin itu analogi saya soal lingkaran perjumpaan dan pertemuan hidup. Sebuah lingkaran maha besar tawaf jagat raya. 


Istilah taqarrub yang biasanya kita mengerti maknanya adalah taqarrub illah. Mendekatkan diri dengan Allah. Sementara ini yang saya pahami adalah mendekatkan diri dengan apa yang berhubungan dengan Allah. Kalau Allah Maha Rahman dan Rahim. Maka mustahil kita dekat dengan Allah kalau tidak menjadi pengasih dengan orang lain dan alam sekitar.  juga mustahil rasanya bisa dekat kalau tidak penyayang dengan orang lain dan kepada siapapun yang kita jumpai . Kalau Allah punya tutur bahasa yang lembut kepada makhluknya dalam bahasa al Quran itu sementara kita sehari hari berbahasa kasar kepada siapapun, mungkin saja Allah juga enggan untuk menjadi karib kita. Allah Maha Pemaaf, Allah Maha Penolong, Allah Maha Sabar, Allah Maha Pengampun, Allah Maha Bijaksana, Allah Maha Suci... Dan masih banyak lagi kebaikan yang Allah perbuat yang tidak akan saya dapat hitung jumlahnya.. 


Dekat dekatlah dengan sifat itu..