Suatu hari saya diberi kesempatan jalan jalan ke daerah Sukabumi. Sebenarnya ini agenda perusahaan. Berkunjung ke pabrik perusahaan air minum. Sebelumnya kami sudah diberi trainning seputar produk ini ditempat kami bekerja. Mungkin mengunjungi dan melihat langsung proses produksi akan lebih lengkap.
"Saudara saudara juga perlu tau. Air mineral ini kita ambil dari sumber mata air langsung. Tidak ada proses panjang dan lama. Dimana air diambil dari sumbernya kemudian diangkut ke pabrik yang berbeda di lain kota. Produk ini di pack langsung ditempat. Yang lebih penting lagi. Kita tidak bisa menjamin berapa besar alam memberi air kepada kita. Misal sehari dapat lima ratus botol air. Ya itulah rejeki kita hari itu. Tidak ada upaya menyedotnya lebih banyak demi satu pesanan yang besar. Dan kita pun tidak mempunyai target berapa botol yang harus di dapat dalam sehari. Semuanya tergantung pemberian alam".
Kata pemandu acara 'jalan jalan' kami.
Patut diberi apresiasi untuk perusahaan ini. Pantas saja simbol yang dipakai adalah simbol keseimbangan. Equillibrium. Bentuk dari keseimbangan semesta. Yaitu mengambil secukupnya sesuai kadar apa yang diberi.
Sementara hukum ekonomi sekarang ini mengajarkan ketidakseimbangan. Mengambil untung sebanyak banyaknya dengan modal serta pengeluaran sedikit dikitnya. Seimbang dalam hal ekonomi bukan berarti berdagang tidak mendapatkan untung sedikitpun. Tetapi prosentase keuntungan jatuh pada nilai dan kadar yang wajar.
Begitu pula dengan teman saya yang seniman lukis. Meskipun ia tidak memiliki pekerjaan lain selain melukis. Tidak membuat dirinya mempunyai target penghasilan untuk menjadi serakah dengan apa saja ia lukis. Melukis sebanyak banyaknya berarti uang sebanyak banyaknya. Namun ia tidak begitu. "Kami seniman mas.. Rejeki kami sebenarnya berasal dari ide. Tidak tiap hari kami punya ide untuk melukis, mungkin itu juga terjadi pada seniman lain. Sebenarnya kalau dipaksa bisa saja. Tapi hasilnya tidak seindah ide yang muncul tiba tiba. Sementara tangan kami hanyalah alat untuk menuangkan ide yang datang" katanya teman saya.
Sebenarnya saya khawatir dengan kata kata target. Suatu pencapaian manusia terhadap sesuatu atas dasar keinginan. Sebab, inginnya kita belum tentu dengan inginnya Tuhan. Katakan saja bahwa Tuhan hanya mencukupi kebutuhan seseorang. Tidak keinginannya. Ketika keinginan seseorang sudah melampaui apa yang ia butuhkan, maka yang akan terjadi adalah terjadinya pengurangan lain yang tidak ia sadari. Kata lainnya.. Ketika manusia memaksakan sesuatu melebihi titik wajar. Maka ada upaya pemaksaan Tuhan untuk supaya kembali ke titik wajar tadi.
Kalau anda ditetapkan berpenghasilan angka 6 . Kemudian dipaksakan ke penghasilan dengan nilai akhir 9. Maka akan ada pengurangan dari Tuhan secara tidak disadari kembali ke angka 6 tadi.
Mungkin terlalu sempit jika kita menilai sesuatu dari sudut angka, ekonomi, atau apapun yang terlihat. Kita sering dengar ada pegawai rendahan dengan gaji bulanan yang pas pasan terlihat cukup bahagia ketimbang bos besar yang berlimpah harta namun sulit tidur tiap malamnya.
Hingga suatu ketika.. Seorang artis yang kaya raya tiba tiba naik haji plus. Sepulangnya dari Makkah ia berkata pada media.. "Alhamdulillah kami sekeluarga dapat panggilan dari Nabi Ibrahim. Menjadi tamu Allah. Subhanallah.. Tidak itu saja yaa.. Kami juga sempatkan ziarah ke negara negara muslim lainnya.. Seru banget deh "
Dalam hati saya.. Tuhan punya segala cara untuk merugikan manusia. Cara yang baik atau cara yang buruk. Kalau cara buruk semua orang mengerti bahwa buruk merupakan teguran. Tapi kalau cara yang halus kemudian anda di naikkan haji padahal anda sedang dirugikan Tuhan, dirugikan uang dan waktu anda. Sementara anda dengan bangganya yakin dan menyatakan itu kebaikan..
Wallahu A'lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar